Jalan Panjang Dipasena Ke AWS
Segala sesuatu mengenai proses revitalisasi PT DCD yg sekarang menjadi PT AWS, Blog ini berisi tulisan yang diambil dari berbagai media ataupun pemikiran penulis Blog. Tulisan yang di ambil dari media lain sebisa mungkin akan di cantumkan sumbernya.
Senin, 15 April 2013
Sabtu, 09 Januari 2010
Gagal Bayar, Bapepam Surati CPRO
08/01/2010 - 15:30
Agustina Melani
(inilah.com /Dokumen)
INILAH.COM, Jakarta - Bapepam-LK telah memberikan surat kepada PT Central Proteinaprima Tbk (CPRO) terkait gagal bayar atas bunga obligasi anak perseroan CPRO sebesar US$ 17,9 juta.
Kepala Biro Sektor Rill Anis Baridwan Bapepam-LK mengatakan, dirinya telah mengirimkan surat resmi kepada perseroan Jumat (8/1) dan diharapkan segera mendapat tanggapan atas pemberitaan sejumlah media. Jawaban dari CPRO juga diharapkan dalam bentuk tertulis, hingga proses pemanggilan oleh Bapepam-LK belum dianggap perlu dalam waktu dekat.
"Kami sudah kirim surat. Kita kan ingin tahu jawabannya dan minta penjelasan serta langkah-langkah yang sudah dan sedang dilakukan," ujar Anis di kantor Bapepam-LK Departemen Keuangan Lapangan Banteng Jumat (8/1).
Di lain pihak, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Ito Warsito mengatakan, BEI masih menunggu penjelasan perseroan terkait potensi gagal bayar kupon obligasi anak usaha. BEI juga telah mengirimkan surat kepada CPRO.
"BEI sudah berikan surat. Kita harus tahu kepastiannya. Bila konfirmasi dari CPRO sudah jelas maka cukup lewat surat saja," kata Ito.
Seperti diketahui, BEI melakukan penghentian perdagangan sementara CPRO Jumat (8/1). Penghentian perdagangan sementara ini terkait Fitch Rating memangkas peringkat CPRO dari C menjadi CC karena dinilai sulit membayar kupon bunga obligasi. Obligasi global yang dikeluarkan anak perseroan CPRO yaitu Blue Ocean senilai US$325 juta. [san/cms
Kamis, 14 Mei 2009
Puluhan Emiten Telat Beri Laporan Keuangan 2008
Rabu, 15/04/2009 18:24 WIB
Indro Bagus SU - detikFinance
Foto: Dok detikcom Jakarta - Puluhan emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) dapat surat peringatan tertulis I lantaran telat memberikan laporan keuangan tahun 2008. BEI akan memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
"Saya tidak ingat persis. Tapi ada sekitar 50an emiten kalau tidak salah yang
belum menyerahkan laporannya," ujar Direktur Pencatatan Bursa Eddy Sugito saat
dihubungi detikFinance, Rabu (15/4/2009).
Eddy mengaku tak tahu persis apa saja alasan emiten terlambat menyerahkan
laporannya. Namun sesuai peraturan BEI, otoritas telah memberikan surat peringatan tertulis I.
"Kalau mereka tetap belum kasih hingga 30 April 2009, BEI akan mengirimkan surat
peringatan II ditambah denda Rp 50 juta," ujar Eddy.
Sesuai Peraturan No .I-H, emiten yang belum memberikan laporan keuangan tahunan
hingga 31 Maret 2009 akan menerima surat peringatan tertulis I. Jika hingga 30 April 2009 belum juga menyerahkan laporan keuangannya, emiten akan kena surat
peringatan tertulis II ditambah denda Rp 50 juta.
Jika hingga 31 Mei 2009 belum juga menyerahkan, emiten akan kena surat peringatan tertulis III ditambah denda Rp 150 juta. Apabila hingga 30 Juni 2009 belum juga menyerahkan laporan keuangan, terhitung 1 Juli 2009, BEI akan mengenakan sanksi suspensi.
Suspensi baru akan dibuka jika laporan keuangan diserahkan, dan denda-denda
sebelumnya dibayar perseroan.
Emiten yang belum menyerahkan laporan antara lain PT Perusahaan Gas Negara Tbk
(PGAS), PT Elnusa Tbk (ELSA), PT Kimia Farma Tbk (KAEF), PT Timah Tbk (TINS), PT
Central Proteinaprima Tbk (CPRO), PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), PT Medco
Energi International Tbk (MEDC), dan PT SMART Tbk (SMAR).
(dro/qom)
Kisruh Rights Issue CPRO
Posted by: MyReksadana in Berita
Terkait Rights Issue CPRO, Pemegang Obligasi Red Dragon akan Ajukan Gugatan (12:25) - Kisruh penerbitan saham baru (rights issue) pada PT Central Proteinaprima Tbk (CPRO) sepertinya akan berlangsung lama. Pemegang obligasi Red Dragon, salah satu pemegang saham CPRO ini berniat untuk menggugat pihak CPRO sehubungan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang menyetujui rights issue.
Ada sembilan pemegang obligasi terbitan Red Dragon, seperti CQS Asia Master Fund Ltd, CQS Convertible and Quantitavis Stategist Master Fund Ltd, GLG Market Neutral Fund, GLG Credit Fund, dan Morgan Stanley International. Para pemegang saham senilai US$ 200 juta ini menjadi emosional karena rights issue itu tidak meminta persetujuan mereka. Nah, adapun penerbitan obligasi Red Dragon tersebut menggunakan jaminan saham CPRO milik Red Dragon.
Karena Red Dragon tidak menggunakan haknya dalam rights issue, maka porsi kepemilikan saham Red Dragon di CPRO otomatis berkurang dari 70,3% menjadi 39,7%. Hal ini menyebabkan nilai jaminan obligasi Red Dragon menjadi turun.[ktn]
This entry was posted on Thursday, May 14th
Label: cpro cp prima aws cp bahari
Rabu, 13 Mei 2009
Right Issue CPRO Lanjut, Pemilik Obligasi Red Dragon Gigit Jari
Rabu, 13/05/2009 09:19 WIB
Indro Bagus SU - detikFinance
CP Prima Jakarta - Disetujuinya seluruh agenda RUPS Luar Biasa oleh 99,9% pemegang saham independen PT Central Proteina Prima Tbk (CPRO) dipastikan sudah tidak ada lagi masalah dengan eksekusi rights issue perseroan Desember lalu.
Para pemegang saham obligasi Red Dragon melalui pendiri Independent Research and Advisory Indonesia (IRAI) Lin Che Wei yang selama ini berupaya mendesak Badan Pengawas Pasar Modal & Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) agar mengusik rights issue perseroan, kontan gigit jari.
"Dengan disetujuinya semua agenda RUPS, perseroan telah memenuhi ketentuan perundang-undangan untuk melanjutkan proses rights issue sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," ujar Manager Eksternal CPRO, Fajar Reksoprodjo saat dihubungi detikFinance, Rabu (13/5/2009).
RUPSLB independen CPRO telah digelar Selasa (12/5/2009) sore. Dua agenda rapat digelar yaitu, persetujuan konversi utang CPRO ke PT Surya Hidup Satwa untuk dipindahtangankan ke PT Pertiwi Indonesia dan agenda kedua perubahan perjanjian utang tersebut.
"Agenda pertama disetujui oleh 99,98% pemegang saham independen. Agenda kedua disetujui oleh 99,99% pemegang saham independen," jelas Fajar.
Latar Belakang Kisruh
Para pemegang obligasi Red Dragon melalui Lin Che Wei memang diketahui berupaya menggagalkan rights issue tersebut.
Seperti diketahui, Red Dragon menerbitkan obligasi tukar berjaminan (secured convertible bonds) sebesar US$ 200 juta, dengan kupon 2 persen, dan jatuh tempo di tahun 2010. Jaminan obligasi tukar tersebut adalah saham-saham CPRO yang dimiliki oleh Red Dragon, PT Surya Hidup Satwa ("SHS") dan perusahaan-perusahaan terafiliasi lainnya, yang totalnya sekitar 70 persen dari total saham beredar CPRO (per November 2008). Di bulan Oktober 2008, pemberitahuan disampaikan kepada Red Dragon bahwa telah terjadi default atas obligasi Red Dragon.
Dalam kasus ini, Lin Che Wei menjadi perwakilan dari 9 investor asing pemegang obligasi konversi Red Dragon, terdiri dari CQS Convertible and Quantitive Strategies Master Fund Limited, CQS Asia Master Fund Limited, GLG Credit Fund, GLG Market Neutral Fund, Highbridge Asia Opportunities Master Fund L.P, Highbridge International LLC, Marathon Master Fund Ltd, Marathon Global Equity Master Fund Ltd dan Morgan Stanley & Co International plc.
Pada 14 Maret 2009, Bapepam secara resmi mengumumkan tidak sahnya rights issue CPRO karena RUPS Independen perseroan yang telah digelar pada 28 November 2008 terkait aksi ini dinyatakan tidak memenuhi syarat. Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) juga telah menghentikan sementara perdagangan HMETD (saham rights issue) CPRO pada 19 Desember 2008.
Suspensi dan pembatalan rights issue CPRO disinyalir karena ada desakan para pemegang obligasi konversi Red Dragon melalui Lin Che Wei selaku pemegang saham CPRO.
Periode perdagangan HMETD CPRO berlangsung pada 15 hingga 19 Desember 2008. CPRO Rights issue CPRO sebesar kurang lebih 17,5 miliar saham senilai Rp 1,75 triliun. Aksi korporasi itu dilakukan setelah memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham Independen CPRO pada tanggal 28 November 2008.
Persetujuan RUPS itu antara lain meliputi persetujuan rights issue, dan persetujuan kepada PT Pertiwi Indonesia selaku pembeli siaga untuk mengkonversikan tagihan PT Pertiwi Indonesia menjadi saham CPRO.
Sebegaimana telah dijelaskan Wei dalam keterangannya, para pemegang obligasi konversi Red Dragon tidak menyetujui aksi rights issue CPRO. Alasannya, jika obligasi konversi jatuh tempo di 2010, saham konversi yang akan diterima dipastikan terdilusi oleh aksi rights issue CPRO.
Namun dari sisi manajemen CPRO, aksi rights issue justru bertujuan menyelesaikan masalah utang-utang perseroan yang rasio terhadap ekuitasnya (debt to equity rasio/DER) sudah mencapai 3,5 kali (dalam denominasi rupiah) atau 4,8 kali (dalam denominasi dolar AS).
Setelah rights issue posisi DER dalam rupiah akan turun menjadi 1,5 kali, sedangkan dalam dolar AS menjadi 2,0 kali. Dalam kondisi seperti ini, posisi CPRO sangat lemah. Kabarnya, celah inilah yang hendak dimanfaatkan oleh kelompok pemegang obligasi yang dimotori Wei untuk melakukan hostile take over CPRO.
Dengan posisi DER yang sudah melebihi batas normal, kelangsungan usaha CPRO sangat bergantung pada perolehan dana non pinjaman, dalam kasus ini CPRO memilih rights issue. Pembatalan rights issue CPRO akan memaksa manajemen CPRO mencari cara mengurangi rasio DER-nya. Konon, memang posisi itulah yang diinginkan para
pemegang obligasi Red Dragon agar memudahkan hostile takeover CPRO.
Dengan disetujuinya seluruh agenda rapat, kontan saja para pemegang obligasi Red Dragon yang sejak awal berupaya mengusik rights issue CPRO harus gigit jari.(dro/lih)
Label: LOWONGAN CP PRIMA 2009.
CP Prima Tak Gentar Hadapi Gugatan Pemegang Obligasi Red Dragon
Rabu, 13 Mei 2009
Jakarta (Indofinanz) - PT Central Proteinaprima Tbk (CP Prima/CPRO) siap menghadapi gugatan hukum para pemegang obligasi Red Dragon Group Pte. Ltd. Direktur Komunikasi CP Prima Rizal I. Shahab usai rapat umum pemegang saham (RUPS) Independen, mengatakan, gugatan yang akan diajukan para pemegang obligasi tersebut tak mendasar. Pasalnya penerbitan saham baru dilakukan untuk mengurangi rasio utang terhadap ekuitas persroan dari 4,85 kali menjadi 1,5 kali. Dengan demikian nantinya perseroan lebih mudah untuk mendapatkan pembiayaan dari pihak lain. Sementara kuasa hukum sembilan institusi pemegang obligasi Red Dragon, Todung Mulya Lubis menyatakan bahwa posisi pemegang obligasi dirugikan atas tindakan CP Prima. Apalagi dalam perjanjian disepakati bahwa perseroan wajib meminta persetujuan obligor jika ingin menerbitkan saham baru.
Label: PT Central Proteinaprima (kelompok Charoen Pokphand Thailand)
CP Prima Segera Right Issue?
Ekonomi
13/05/2009 - 09:06
CP Prima Segera Right Issue?
(inilah.com/ Bayu Suta)INILAH.COM, Jakarta - Rencana PT Central Proteinaprima Tbk (CPRO) untuk melakukan right issue mendapat peluang setelah pemegang saham independen secara aklamasi menyetujui rencana konversi utang subordinasi dari PT Surya Hidup Satwa.
Hal tersebut dikatakan Direktur Komunikasi Korporasi PT Central Proteinaprima Tbk, Rizal I Shahab kemarin. "Kami telah memenuhi ketentuan Bapepam-LK sehingga rencana right issue bisa dilanjutkan. Kami segera melaporkan hasil RUPSLB itu kepada otoritas," katanya.
Persetujuan itu diberikan oleh 99,98% pemegang saham dalam rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) kedua Selasa kemarin. Sedangkan sekitar 0,02% menyatakan abstain. Dengan demikian rapat tersebut memenuhi kuorum yang dipersyaratkan otoritas pasar modal yaitu diharidi oleh 56,2% pemegang saham independen.
Hasil RUPSLB dan jadwal pelaksanaan penerbitan saham baru, ujarnya akan segera diumumkan melalui media massa sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Terkait soal keberatan PT Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) atas rencana right issye, Rizal mengatakan obligasi tukar Red Dragon dengan para investor yang diwakili IRAI tersebut bersifat independen dan tidak terkait dengan perseroan.
Pemegang obligasi yang diwakili IRAI tersebut menilai CP Prima harus membatalkan right issue dan tidak mengubah porsi pemegang saham agar tidak melanggar kesepakatan pemegang obligasi dengan obligor.
Perseroan menilai keberatan IRAI atas pelaksanaan right issue tersebut tidak memiliki dasar hukum, terutama mengingat transaksi dilakukan di wilayah yuridiksi hukum Singapura jadi bukan di Indonesia.
"Right issue untuk meningkatkan kinerja perseroan dengan kenaikan peringkat dan mengurangi rasio utang agar sesuai dengan peryaratan kovenan yang ditetapkan bank pemberi kredit,” jelas Rizal.
Sedangkan pihak Bapepam-LK mengakui sudah menerima surat pemberitahuan adanya RUPSLB dari pihak CP Prima. "Kami baru menerima surat dari mereka tetapi tidak berhak membatalkannya," kata Kabiro Perundang-udangan dan Bantuan Hukum Bapepam-LK, Robinson Simbolon.[hid]
Label: cpro cp prima aws cp bahari