Pemerintah Gagal Amankan Revitalisasi Tambak Eks Dipasena
Pemerintah dinilai gagal mengawal revitalisasi tambak udang milik petambak plasma PT Aruna Wijaya Sakti, anakperusahaan PT Centralproteina Prima Tbk.Penilaian itu diutarakan Ketua Komisi IV DPR Arifin Djunaedi di Jakarta, Senin (16/3), karena penghentian revitalisasitambak eks Dipasena itu menyebabkan ribuan petambak plasma dirugikan dan sulit bangkit dari keterpurukan. Hal itujuga menunjukkan, perusahaan mengabaikan komitmen pelayanan publik. ”Pemerintah harus tegas memintaperusahaan untuk melaksanakan komitmen revitalisasi. Krisis global jangan dijadikan alasan untuk mengingkarikepedulian terhadap rakyat kecil,” kata Arifin.Sebelumnya diberitakan, Manajer Komunikasi Perusahaan PTCentralproteina Prima Tbk (CP Prima) Fajar Reksoprodjo mengatakan, krisis ekonomi global menyebabkan perusahaanharus menerapkan manajemen keuangan yang lebih hati-hati sehingga revitalisasi terhambat.Perjanjian kerja sama(PKS) CP Prima dengan petambak plasma, Desember 2007, menyebutkan, perusahaan akan merevitalisasi sebanyak16 blok tambak di delapan desa di lokasi PT Aruna Wijaya Sakti (AWS) seluas 16.250 hektar.Selama transisi prosesrevitalisasi, petambak plasma melakukan budidaya dengan mendapatkan biaya hidup dari perusahaan sebesar Rp900.000 per bulan.Wakil Ketua Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW) PT AWS Thowilun, mengatakan,sewaktu PKS disusun, pemerintah berjanji mengawal revitalisasi tambak. Tanggung jawab itu timbul karena pemerintahmemutuskan CP Prima sebagai pemenang penjualan saham dan aset Dipasena yang semula dikuasaipemerintah.Sekretaris P3UW Syukri J Bintoro mengatakan, akibat terhentinya revitalisasi sejak Januari 2009, kehidupanpetambak plasma makin tidak menentu. Dari 7.221 petambak plasma yang terdaftar di P3UW, hanya 10 persen yangmemilih ikut budidaya antara lanjutan di kolam-kolam yang sebagian besar rusak.Sekitar 10-15 persen petambak lainbertekad melakukan budi daya mandiri meskipun perusahaan tidak membolehkan dan sebagian lain menunggurevitalisasi selesai. Meski demikian, kondisi kolam yang tidak memadai menyebabkan hasil panen tidak maksimal, hanyasekitar 2 kuintal per dua kolam.Padahal, hasil budidaya tersebut sebagian besar untuk bayar utang biaya budidayaantara kepada perusahaan. Sumber : Kompas (2009)
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda