lanjutan yang tadi kyai
Satu di antara petambak, Jatmiko (43 tahun) mengeluhkan tambaknya kini kering dan mulai ditumbuhi rumput liar. Kondisi sebagian besar blok lebih parah daripada Blok 3 yang sudah dikerjakan PT Aruna. Di Blok 14, misalnya, puluhan tambak kini musnah dan menyatu dengan kanal karena tergerus abrasi. Ratusan tambak yang berdampingan dengan sabuk hijau (green belt) terancam direlokasi. Sabuk hijau sepanjang 16 kilometer dengan lebar 500 meter itu rusak parah. Sabuk itu berfungsi menahan terjangan air laut. Rumput liar tumbuh di sekitar tambak dan gudang pakan. Jembatan masih dalam keadaan rusak. Sedangkan pengerukan kanal dan saluran air hanya sedalam 1,5 meter.
Puluhan ekskavator berdiam di belakang kantor Aruna Wijaya Sakti. Satu-satunya yang beroperasi hanya ekskavator di Blok 3. Menurut Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara plasma dengan CP Prima yang diteken Desember 2007 — untuk diselesaikan selama 18 bulan. Revitalisasi mencakup 16 blok di delapan desa seluas 16.250 hektar. Revitalisasi ditargetkan selesai pertengahan tahun ini. Akan tetapi hingga akhir Desember 20008, pekerjaan baru menyentuh Blok 3 Dipasena Utama. Bahkan perbaikannya baru berlangsung setengah jalan.
CP Prima, bertanggung jawab penuh
PT Central Proteinaprima Tbk. yang sepenuhnya bertanggung jawab atas keberlangsungan lahan tersebut dan para petambak setelah perusahaan itu menjadi pemilik baru Dipasena, Mei 2007. Melalui konsorsium Neptune, Central Proteinaprima terpilih dalam tender terbuka yang diadakan PT Perusahaan Pengelola Aset. Central Proteinaprima kemudian mengubah nama PT Dipasena Citra Darmaja—bekas anak perusahaan Gadjah Tunggal Group milik Sjamsul—menjadi PT Aruna Wijaya Sakti.
Petambak Plasma Masih menanggung hutang RP 20 juta
Hingga saat ini, para petambak selain masih harus membayar Rp 20 juta sisa utang di era Sjamsul Nursalim, setiap petambak harus melunasi pinjaman Rp 900 ribu per bulan, yang diberikan untuk biaya hidup plasma. Sebagian besar petambak kini memilih menjadi nelayan dan mencari ikan di sekitar tambak. Petambak juga merasa harga pakan, obat, dan kebutuhan budi daya ditentukan sepihak. Aliran listrik hanya nyetrum 12 jam. Hanya Blok 3 yang menyala 24 jam. Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu Dipasena juga mengirim surat ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono awal Februari lalu. Isinya melaporkan dan mempertanyakan janji revitalisasi yang didengung-dengungkan dalam program seratus hari pemerintahan Yudhoyono.
Peristiwa yang sama terjadi pada 1998 ketika ribuan petambak plasma mengamuk dan merusak aset perusahaan. Seorang petambak dan dua anggota Brigade Mobil Kepolisian Indonesia meninggal dalam peristiwa itu. Sjamsul Nursalim, yang sempat dikepung massa, selamat.
Menurut Fajar Reksoprodjo, Corporate Communications Manager PT Central Proteinaprima, krisis ekonomi global membuat perusahaan menerapkan prinsip manajemen keuangan lebih hati-hati. Bahkan menurutnya, karena situasi krisis, cicilan tidak ditagih dan dana Rp 900 ribu per bulan itu bukan pinjaman, melainkan tunjangan buat plasma. Fajar mengatakan harga pakan yang ditengarai kelewat mahal juga sudah masuk poin yang diteken dalam perjanjian.
Soal pembatasan pemakaian listrik diakui Fajar. ”Kami harus serba berhemat,” katanya. Adapun penanaman jagung oleh petambak dilakukan untuk memberdayakan lahan kosong dan sumber daya yang ada di tengah keterbatasan ekonomi. Namun kemudian, jagung yang ditanam petambak itu kemudian dibeli perusahaan sebagai bahan baku pakan.
CP Prima Untung 400 milyar
Bisnis udang masih sangat menjanjikan. Bahkan, sejak tahun 2004, harga udang terus membaik. Apalagi sejak awal 2009 harga udang kembali melonjak tajam hingga 30%. Sayangnya, justru selagi harga udang melangit, banyak petambak tak bisa menikmati.
Sebaliknya, kebijakan penundaaan revitalisasi secara bisnis menguntungkan bagi perusahaan inti. Setidaknya, beberapa analis pasar modal menunjukkan tren positif tersebut. Contohnya, Ike Rahmawati dari Samuel Sekuritas. Dalam risetnya disebutkan, total penjualan PT Central Proteinaprima Tbk (CP Prima) diperkirakan bisa menembus Rp7,84 triliun hingga akhir tahun atau naik 8,5% dibandingkan proyeksi 2008 sebesar Rp7,23 triliun. Sedangkan laba bersih diharapkan meningkat 163,7% menjadi Rp451 miliar dari perkiraan laba bersih 2008 senilai Rp171 miliar. Bahkah memasuki masa krisis finansial pada Kuartal III (2008) CP Prima membukukan keuntungan RP401,388 miliar atau naik dari Rp 174, 828 miliar pada kuartal III (2007).
Sentimen positif tersebut juga diakui George Basoeki, Corporate Communications Manager CP Prima. Menurutnya, kinerja keuangan tahun 2009 juga diperkirakan tetap bagus, bahkan tidak menutup kemungkinan lebih baik dari tahun sebelumnya. Hal tersebut ditopang tingginya permintaan produk-produk perseroan di pasar global di tengah resesi ekonomi dunia. Pasalnya, udang termasuk salah satu makanan pokok.1
Pemerintah Lepas Tangan
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) malah terkesan lepas tangan atas mandeknya proses revitalisasi. Made L. Nurjana, Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya Departemen Kelautan dan Perikanan, mengatakan persoalan pembiayaan revitalisasi itu sudah bukan lagi kewenangan pemerintah. Ia berpendapat revitalisasi harus dituntaskan karena tren harga udang di pasar dunia meningkat. “Pemerintah tidak bisa menekan CP Prima, lantaran revitalisasi adalah urusan bisnis perusahaan. Pemerintah hanya bisa mendorong supaya tambak secepatnya diberdayakan, jangan sampai potensi yang ada terbengkalai. Apalagi bisnis udang saat ini lagi membaik,” kata Made.
Pemerintah sebaiknya mengambil alih tambak eks Dipasena. Alasannya, pemerintah secara finansial melalui bank milik plat merah mampu mengucurkan dana ke petambak.
Kondisi ini juga menunjukkan bahwa perusahaan mengabaikan komitmen pelayanan publik, DKP tidak benar-benar menjalankan tanggung jawabnya untuk melindungi hutan-hutan mangrove dan kesejahteraan para petambak plasma. CP Prima mencari dalih di balik krisis finansial untuk menutup-nutup keuntungan besar yang diraih. Sangat tidak rasional bila mengatakan CP Prima mengalami kesulitan pendanaan revitalisasi dan perbaikan lahan dengan keuntungan meroket lebih dari 120% (2007-2008).
Sumber:
1http://agroindonesia.co.id/2009/03/24/pemerintah-gagal-kawal-revitalisasi-tambak/
2http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/23/16330051/Revitalisasi.Tambak.Udang.Perlu.Didorong
Diposkan oleh Mida Saragih di 1:18 PM a baru berlangsung setengah jalan.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda